INDONESIA DALAM PERSPEKTIF POLITIK KEBAHASAAN


Bahasa dinyatakan secara tegas di dalam buku ini sangat potensial membentuk negara bangsa. Negara Indonesia dijadikan contoh praktik terbaik dalam memilih bahasa, bukan agam atau ras, untuk membangun nasionalisme warga negara. Dari perspektif politik kebahasaan, sebagai pangkal ketahanan negara, bahasa tidak luput dari potensi ancaman akan penghancuran baik oleh pihak internal negara bangsa maupun oleh pihak eksternal, antara lain, dengan genderang perang generasi keempat atau dengan sebutan yang lebih populer "proxy war". Buku ini juga mengurai berbagai simpul sumber potensi kontlik sosial yang mengarah disintegrasi sosial, menuju disintegrasi bangsa dengan memanfaatkan kondisi keberagaman bahasa.  lsu-isu kemelayuan dan kemelanesiaan merupakan beberapa contoh yang memanfaatkan keberbedaan bahasa untuk membentuk loyalitas alternatif baru dalam membangun identitas yang berbeda. Berbagai bukti linguistik awal yang memperkuat tanah asal persebaran rumpun bahasa Austronesia dari Indonesia, bukan dari lndocina atau Melanesia seperti diyakini selama ini, disajikan secara logis argumentatif dalam buku ini. Uraian tentang hal itu menjadi titik masuk kerja ilmiah pembuktian kebenaran Indonesia sebagai tanah asal penutur Austronesia dan pada akhirnya akan membuktikan bahwa Indonesia memang wilayah tempat awal bersemainya peradaban manusia, sebagaimana hipotesis tentang Atlantis.  

Kepada para pembaca, karya akademis penulis ini lebih mengajak untuk mencegah dan menangkal segala ancaman tersebut guna mengekalkan fondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang pada saat buku ini terbit diperingati genap berusia 70 tahun. Untuk itu, terlebih dahulu disuguhkan prawacana yang meringkas isi bab-bab buku ini. Diawali dengan ajakan merenung tentang keberadaan bahasa sebagai penanda keberadaan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang layak mengemban amanah kekhalifahan di muka bumi, lalu dilanjutkan uraian tentang hubungan bahasa dengan negara bangsa, bahasa bagi bang sa Indonesia, isu-isu kebahasaan yang terkait integrasi bangsa, sampai pada uraian gagasan penguatan peran bahasa dalam membangun kemandirian bangsa Indonesia. Akhirnya, penulis menutup wacana politik kebahasaan ini dengan semacam renungan instrospeksi dan retleksi di bidang pendidikan sebagai basis utama untuk menyiagakan generasi emas bangsa.  

Sungguh, dengan buku ini, pembaca seolah-olah diajak berkeliling menjaga keutuhan negara bangsa Indonesia. Buku ini akan melengkapi khazanah ilmu pertahanan yang dapat diakses oleh tidak hanya pembaca berpendidikan militer, tetapi juga yang berlatar sipil. Siapa pun yang hati nuraninya terpanggil meneruskan perjuangan bangsa Indonesia sudah selayaknya membaca buku ini.